Translate

Selasa, 12 Juni 2012

Sindroma Distres Pernafasan (Hyaline membrane disease)


Penyakit Waswas :Penyakit membran hialin (PMH) sering ditemukan pada bayi prematur. Terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah, uterus selama kehamilan misalnya ibu penderita diabetes, toksemia, hipotensi, secio sesarea atau perdarahan antepartum. 1 Tanda-tanda PMH biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran yaitu : dispnea dan hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 x/menit. Sianosis retraksi di daerah epigastrium, supra sentral, intercostal pada saat inspirasi. 1,2,3 Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini baik dalam hal pencegahan, diagnosis dan penatalaksanaan penderita dapat membantu menurunkan angka kematian penyakit.1


Angka kejadian penyakit:  Ini sebenarnya sulit ditentukan karena diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan dengan autopsi. Angka kejadian penyakit mempunyai kaitan erat dengan riwayat kehamilan dan persalinan. Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (masa gestasi kurang dari 34 minggu). Partus presipitatus yang menyertai perdarahan ibu, asfiksia, ibu penderita diabetes. Disamping itu terdapat beberapa faktor kehamilan yang dianggap dapat menurunkan kejadian penyakit membran hialin dalam hal ini ibu yang mendapat pengobatan steroid saat hamil.1 PMH terutama terjadi pada bayi prematur. Insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. PMH ini 60 – 80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15 – 30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, 5% pada bayi lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan.2,3 Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, kehamilan kembar, persalinan dengan seksio sesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, ada riwayat bayi sebelumnya terkena insiden tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih.5

Pengertian: PMH disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS), hal ini adalah salah satu problem dari bayi prematur menyebabkan bayi membutuhkan ekstra oksigen untuk membantu hidupnya.5
Pada penyakit membran hialin dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.1

ETIOLOGI: Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu dengan : 2,4
1.Diabetes
2.Toxemia
3.Hipotensi
4.SC
5.Perdarahan antepartum.
6.Sebelumnya melahirkan bayi dengan PMH.
Penyakit membran hialin diperberat dengan : 5,6
1.Asfiksia pada perinatal
2.Hipotensi
3.Infeksi
4.Bayi kembar.

PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini PMH dianggap terjadi kaena defisiensi pembentukan zat surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 – 24 minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi normal setelah minggu ke 35.2,5
Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya imaturitas, jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir.2
Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan : (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.3,4
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia  asidosis  transudasi  penurunan aliran darah paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Tabung lipid yang disebut mielin tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan mielin tubular selanjutnya membentuk lapisan fosfolipid. Sebagian kompleks protein-lipid di dalam surfaktan diambil ke dalam sel alveolus tipe II secara endositosis dan didaru-ulang.7
Ukuran dan jumlah badan inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh hormon tiroid, dan RDS lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon plasma normal. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid. Selain itu, insulin menghambat penumpukan SP-A dalam kultur jaringan paru janin manusia, dan didapatkan hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang menderita diabetes. Hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan insidens RDS pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes.

GEJALA KLINIS
Bayi penderita penyakit membran hialin biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan antara 1200 – 2000 g dengan masa gestasi antara 30 – 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu. Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada umur 6 – 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 – 72 jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila membaik gejala biasanya menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti : 1,2,3
1.Dispnea atau hiperpnea.
2.Sianosis.
3.Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostal.
4.Rintihan saat ekspirasi (grunting).
5.Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit).
6.Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru.
7.Mungkn pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur arteriosus yang paten yang disertai pula timbulnya.
8.Kardiomegali.
9.Bradikardi (pada PMH berat).
10.Hipotensi.
11.Tonus otot menurun.
12.Edem.
Gejala PMH biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah.2,5,6
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru atau interventrikuler.2

RADIOLOGIS

Gambaran radiologik 1,2,3,4,6
Pemeriksaan foto roentgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis yang tepat.
Disamping itu pemeriksaan juga bermanfaat guna menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai gejala serupa seperti hernia diafragma, pneumotoraks dan lain-lain. Pada permulaan penyakit gambaran foto paru mungkin tidak khas, tetapi dengan berlanjutnya penyakit maka akan terlihat gambaran klasik yang karakteristik untuk penyakit tersebut. Pada foto roentgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air bronhcogram). Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas.

Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus. Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi terhadap penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana lingkungan yang paling optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 – 80%.
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatiakn pula.
Tindakan khusus meliputi :
1.Pemberian O2 3,4,5
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2 dapat diberikan sampai gejala cyanosis menghilang.
Pada M.H.D. yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation (I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan masih sering terjadi asphyxial attact walaupun kemungkinan hipotermia, hipoglikemia dan acidosis metabolik telah disingkirkan.
Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent negative pressure ventilation, nasopharyngeal tube ventilation dan lain-lain.

2.Pemberian Antibiotika
Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari). 3,4
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
3.Pemberian Surfaktan Buatan 1,5
Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB. Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan baru.

Prognosis

Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik.3 Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1.000 g bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2.500 g. walaupun 85 - 90% dari semua bayi PMH, yang bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1.500 g adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1.500 g tidak mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi PMH yang berahan hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf yang berarti.

Penyebab

Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini.
Sindroma gawat pernafasan juga cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes.

Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. Bayi yang lebih besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-paru cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan.

Gejala-gejalanya
Gejala-gejalanya berupa:
*takipneu (pernafasan cepat)
*gerakan pernafasan yang tidak biasa (retraksi interkostalis, ketika menghirup udara, otot dinding dada tertarik)
*nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
*cuping hidung mengembang
*apneu
*sianosis (warna kulit dan selaput lendir membiru)
*edema (pembengkakan tungkai atau lengan).

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Diagnosis tegakkan kumpulan beberapa penemuan : 1
1.Gejala klinis :
a.Dispnea.
b.Merintih (grunting).
c.Takipne.
d.Retraksi dinding toraks.
e.Sianosis.
f.Brakikardi (PMH berat).
g.Hipotensi.
h.Hipotermi.
i.Tonus otot menurun.
j.Edem dorsal tangan/kaki.
2.Gambaran radiologi :
Ditemukan bercak difus berupa infiltrat retikulogranuler dan air bronchogram.
3.Laboratorium
Kimia darah :
a.Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl
b.Merendahnya bikarbonat standar
c.pH darah dibawah 7,2
d.PaO2 menurun
e.PaCO2 meninggi.
Diagnosis
A. Hasil pemeriksaan fisik
B .Hasil analisa gas darah (menunjukkan kadar oksigen yang rendah dan asidosis)
C .Rontgen dada
D. Hasil tes fungsi paru.

Pemeriksaan fungsi paru membutuhkan alat yang lebih lengkap dan pelik. Frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan pula perubahan fungsi paru lainnya seperti isi alun napas yang menurun, lung compliance berkurang, kapasitas sisa fungsional yang merendah, disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan fungsi kardiovaskular pada penderita penyakit yang berat akan menunjukkan adanya hipotensi. Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan fungsi kardiovaskular berupa duktus arteriosus yang paten, pirau dari kiri ke kanan atau kanan ke kiri tergantung dari beratnya penyakit dan menurunnya tekanan arterial paru/sistemik.
Pada pemeriksaan autopsi gambaran patologik/histopatologik paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin dalam alveolus atau duktus alveolus. Disamping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofil yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik.1,2,3,4,6

Komplikasi:
Komplikasi PMH dan perawatan intensif. Komplikasi paling serius intubasi trakea adalah asfiksia karena obstruksi pipa, henti jantung selama intubasi atau pengisapan, dan perkembangan selanjutnya yaitu stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi perdarahan dari trauma selama intubasi, pseudodivertikula faring posterior, ekstubasi sukar shingga memerlukan trakeostomi, ulserasi lubang hidung akibat tekanan pipa, penyempitan permanen pada lubang hidung karena cedera jaringan dan parut akibat iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum, penarikan plika vokalis, ulkus laring, papiloma plika vokalis dan serak persisten, stridor atau edema.2
Komplikasi yang dapat terjadi akibat PMH adalah : 1,5,8

1.Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak.''
2.Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya.''
3.Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum.''
4.Paten ductus arteriolus pada penderita PMH sering menimbulkan keadaan payah jantung yang sulit untuk ditanggulangi.''

Pneumotoraks.

Paru-paru sangat kaku dan untuk mengembangkannya diperlukan tekanan yang lebih dari bayi maupun ventilator. Akibatnya paru-paru bisa pecah sehingga udara merembes ke dalam rongga dada. Udara ini menyebabkan paru-paru menjadi kolaps dan terjadinya gangguan ventilasi dan sirkulasi.
Kolaps paru-paru (pneumotoraks) memerlukan pengobatan segera, yaitu berupa pengeluran udara dari dada dengan bantuan sebuah jarum
Perdarahan di dalam otak.
Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.

TipsPenyegahan


1.Tindakan pencegahan utama sebenarnya adalah menghindari terjadinya kelahiran bayi prematur.
2.Mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan lesitin dan sfengomielin dalam cairan amnion bila perbandingan antara lesitin dan sfengomielin kurang dari 2 maka berarti jumlah surfaktan pada penderita masih kurang.
3.Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur yang dapat ditunda selama 48 jam yang biasa dipakai berupa kortisol 1, 2, 4 dengan dosis 12 mg/hari diberikan 2 hari berturut-turut.
4.Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera sesudah lahir atau selama umur 24 jam.''

Tips Penyembuhan

Resiko terjadinya sindroma gawat pernafasan bisa dikurangi jika persalinan bisa ditunda sampai paru-paru bayi telah mampu menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai. Jika kemungkinan akan terjadi persalinan prematur, maka dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kadar surfaktan. Jika diperkirakan bahwa paru-paru bayi belum matang dan persalinan tidak dapat ditunda, maka diberikan kortikosteroid kepada ibu minimal 24 jam sebelum waktu perkiraan persalinan.
Kortikosteroid akan melewati plasenta dan merangsang pembentukan surfaktan oleh paru-paru janin.''

Setelah persalinan, kepada bayi yang menderita sindroma ringan hanya perlu diberikan oksigen. Pada sindroma yang lebih berat mungkin perlu didukung oleh ventilator dan obat surfaktan.''

Obat surfaktan sangat menyerupai surfaktan yang asli dan dapat diteteskan langsung ke dalam trakea bayi melalui suatu selang. Obat ini bisa memperbaiki angka kelangsungan hidup bayi dengan cara mengurangi beratnya sindroma dan resiko terjadinya komplikasi. Untuk mencegah terjadinya sindroma pada bayi yang sangat prematur, obat surfaktan bisa diberikan segera setelah bayi lahir atau diberikan ketika tanda-tanda terjadinya gejala mulai terlihat. Pengobatan bisa dilanjutkan selama beberapa hari sampai bayi mulai menghasilkan surfaktan sendiri.''

1 komentar:

Irrespective of receiving daily oral or future injectable depot therapies, these require health care visits for medication and monitoring of safety and response. If patients are treated early enough, before a lot of immune system damage has occurred, life expectancy is close to normal, as long as they remain on successful treatment. However, when patients stop therapy, virus rebounds to high levels in most patients, sometimes associated with severe illness because i have gone through this and even an increased risk of death. The aim of “cure”is ongoing but i still do believe my government made millions of ARV drugs instead of finding a cure. for ongoing therapy and monitoring. ARV alone cannot cure HIV as among the cells that are infected are very long-living CD4 memory cells and possibly other cells that act as long-term reservoirs. HIV can hide in these cells without being detected by the body’s immune system. Therefore even when ART completely blocks subsequent rounds of infection of cells, reservoirs that have been infected before therapy initiation persist and from these reservoirs HIV rebounds if therapy is stopped. “Cure” could either mean an eradication cure, which means to completely rid the body of reservoir virus or a functional HIV cure, where HIV may remain in reservoir cells but rebound to high levels is prevented after therapy interruption.Dr Itua Herbal Medicine makes me believes there is a hope for people suffering from,Parkinson's disease,Schizophrenia,Lung Cancer,Breast Cancer,psoriasis,Colo-Rectal Cancer,Blood Cancer,Prostate Cancer,siva.Fatal Familial Insomnia Factor V Leiden Mutation ,Epilepsy Dupuytren's disease,Desmoplastic small-round-cell tumor Diabetes ,Coeliac disease,Creutzfeldt–Jakob disease,Cerebral Amyloid Angiopathy, Ataxia,Arthritis,Amyotrophic Lateral Scoliosis,Fibromyalgia,Fluoroquinolone Toxicity
Syndrome Fibrodysplasia Ossificans ProgresSclerosis,Alzheimer's disease,Adrenocortical carcinoma.Asthma,Allergic diseases.Hiv_ Aids,Herpe ,Copd,Glaucoma., Cataracts,Macular degeneration,Cardiovascular disease,Lung disease.Enlarged prostate,Osteoporosis.Alzheimer's disease,
Dementia.(measles, tetanus, whooping cough, tuberculosis, polio and diphtheria),Chronic Diarrhea,
Hpv,All Cancer Types,Diabetes,Hepatitis,I read about him online how he cure Tasha and Tara so i contacted him on drituaherbalcenter@gmail.com / info@drituaherbalcenter.com. even talked on whatsapps +2348149277967 believe me it was easy i drank his herbal medicine for two weeks and i was cured just like that isn't Dr Itua a wonder man? Yes he is! I thank him so much so i will advise if you are suffering from one of those diseases Pls do contact him he's a nice man.

Posting Komentar

Tags

Labels